Sabtu, 21 Mei 2016

HAK MEREK

ANALISIS BENTUK-BENTUK MEREK YANG SUDAH TERDAFTAR & YANG BELUM TERDAFTAR

Pengertian merek berdasarkan UU No. 15 tahun 2001 adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang mempunyai unsur pembeda yang dapat digunakan untuk usaha perdagangan barang atau jasa. Merek dibagi menjadi tiga jenis, yaitu merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif. Merek dagang yaitu merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Merek kolektif yaitu merek yang dipergunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.[1]
Bentuk-bentuk merek terdiri dari 7 (tujuh) macam, yaitu berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna, dan kombinasi dari yang sudah disebutkan.
1.    Merek Berupa Gambar
Yang dimaksud dengan merek berupa gambar yaitu suatu pembeda atau tanda pada suatu produk berupa gambar. Contoh merek berupa gambar antara lain:
·      Mobil Ferrari

Ferrari merupakan merek mobil balap yang dimiliki oleh perusahaan Ferrari. Jenis mobil ini adalah mobil super dan mobil balap asal Italia dengan performa tinggi yang berbasis di Maranello, Italia. Sedangkan di Indonesia sendiri, ferrari dimiliki oleh PT Citra Langgeng Otomotif dengan ijin dari perusahaan ferrari di Italia.[2] Produk ini memiliki tanda yaitu gambar kuda hitam, sehingga merek pada produk ini berupa gambar.
·      Apple

Apple  merupakan sebuah perusahaan multinasional dalam bidang perancangan  pengembangan, dan penjualan produk komputer, iPhone, TV, iPad[3] dengan gambar apel yang salah satu sisinya bekas gigitan, yang merupakan suatu perusahaan yang sangat besar dan dikenal di seluruh negara. kantor pusat perusahaan ini berada di California, Amerika Serikat. Tentunya merek ini sudah diakui atau didaftarkan untuk mendapat hak atas merek serta dilindungi oleh badan hukum.
·      Kaos Famous

Famous Stars and Straps atau lebih dikenal dengan sebutan singkt Famous merupakan sebuah merek untuk pakaian dan aksesoris yang dibuat oleh Travis Barker. Perusahaan ini berada di Ontario, California. Di indonesia sendiri juga terdapat kantor pusatnya, yaitu di Bandung. Dalam pembuatan atau penjualannya memiliki lisensi. Merek pada kaos ini berupa gambar modifikasi huruf F.

2.    Merek Berupa Kata
 Yang dimaksud dengan merek berupa kata yaitu suatu tanda yang berupa kata dan memiliki arti yang digunakan untuk pembeda dengan produk lainnya. Contoh dari merek berupa kata yaitu:
o  Close Up

Close merupakan salah satu merek pasta gigi dari Unilever. Kata Close Up sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang artinya merapatkan atau dekat. Sehingga close up bisa dijadikan merek berupa kata pada suatu produk. Pasta gigi close up memiliki berbagai macam varian, salah satunya yaitu Close Up Menthol Chill.[4] Produk ini tentunya sudah memiliki hak atas merek dan dilindungi oleh hukum. Sehingga apabila terdapat nama yang sama dalam produk lain dan bukan dalam satu perusahaan, maka bisa menggugat.
o  Clean and Clear

Clean and clear merupakan salah satu produk pembersih wajah yang memiliki manfaat mengurangi minyak berlebih diwajah, mencerahkan kulit wajah, membersihkan komedo dan jerawat. Produk ini mememiliki banyak varian, yaitu Clean and Clear Foaming Facial Wash, Clean and Clear Oil Control, Clean and Clear Oil Control Moisturizer[5], dan masih banyak lagi. Produk ini sudah dikenal di wilayah Indonesia. Dalam hal nama pada merek dalam produk ini memiliki arti, yaitu bersih dan jelas, sehingga pembeda atau tanda pada produk ini bisa dikatakan sebagai merek, karena memiliki arti.
o  Sepatu Converse-All Star

Sepatu merek ini merupakan salah satu produk dari perusahaan Converse dan sangat laris dipasaran. Model sepatu ini sangat digemari oleh para remaja karena stylis. Pusat sepatu ini berada di Boston, Massachusetts, United States yang pemiliknya adalah Nike, Inc. Merek yang digunakan pada sepatu tersebut ialah All Star, yang artinya semua bintang. Sehingga jelas bahwa merek yang digunakannya itu bisa disebut dengan merek berupa kata, karena memiliki arti.

3.    Merek Berupa Nama
Merek berupa nama merupakan tanda yang ada pada suatu produk untuk membedakan dengan produk lain dengan menggunakan nama, baik nama pembuatnya ataupun singkatan nama dari pembuat. Berikut ini contoh merek berupa nama, antara lain:
ü Indomie

Salah satu produk mie instant yang ada di Indonesia adalah Indomie. Di Indonesia, produk mie instant ini diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Produk ini dipasarkan sejak tahun 1972 dengan rasa ayam dan udang.[6] Dengan berjalannya waktu, varian rasa mie ini sudah memiliki banyak rasa. Merek pada produk ini berupa nama, karena kata Indomie tidak memiliki arti dan bisa dianggap sebagai merek berupa nama.
ü Pantene

Pantene merupakan salah satu produk shampo yang ada di Indonesia. Shampo ini banyak dikenal di Indonesia dan juga diminati oleh banyak konsumen. Produk ini memiliki banyak varian, diantaranya varian untuk anti ketombe, rambut rontok, rambut hitam berkilau dan lainnya. Tidak hanya shampo, juga memproduksi hair tonic dan juga conditioner. Tanda pada produk ini ini bisa dikatakan merek berupa nama, karena pantene sendiri tidak memiliki arti.
ü Marina

Marina merupakan merek dari suatu produk kosmetik yang banyak diminati oleh konsumen Indonesia. Produk marina sendiri pada awalnya yaitu Hand And Body Lotion, dan sekarang telah berkembang dan memiliki berbagai jenis produk. Jenis-jenis produk tersebut meliputi hand body, bedak, dan juga sabun mandi. Dikatakan sebagai merek karena nama marina tidak memiliki arti dan bukan milik umum.
 
4.    Merek Berupa Huruf
Pengertian merek berupa huruf adalah suatu tanda yang dijadikan sebagai pembeda dengan produk lain yang memiliki unsur rangkaian huruf-huruf yang tidak memiliki arti. Contoh merek berupa huruf yaitu:
Ø Sirup ABC

ABC merupakan salah satu merek sirup yang diproduksi oleh PT Heinz ABC Indonesia dan merupakan salah satu anak perusahaan dari H.J. Heinz Company Limited. Produk ini sangat dikenal di Indonesia dan memiliki banyak produk. Tidak hanya sirup, ABC juga hadir dengan produk berupa kecap dan juga saos. Produk ini sudah memiliki hak atas milik dan dilindungi oleh hukum dalam hak mereknya.
Ø VIT

VIT merupakan merek dari produk air mineral dalam kemasan yang diproduksi oleh Copacker di Indonesia sejak tahun 1978. Produk ini juga dipasarkan di Malaysia dan Singapura. Produk ini merupakan produk dalam bidang multinasional yang dimiliki oleh PT Tirta Investama. Tanda untuk membedakan produk ini dengan yang lain ialah di kemasan tercantum rangkaian huruf VIT, sehingga bisa dikatan sebagai merek berupa huruf.
Ø WRP

WRP adalah nama merek produk dagang asli Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan Nutrifood Indonesia. Ini merupakan produk susu dan biskuit untuk wanita diet yang diluncurkan pada tahun 1999. Produk ini juga menyediakan konsultasi diet online. WRP merupakan tanda untuk membedakan dengan produk lainnya dengan merek berupa huruf.

5.    Merek Berupa Angka-Angka
Merek berupa angka-angka merupakan tanda yang digunakan pada suatu produk dengan menggunakan angka-angka untuk membedakan dengan produk lain. Berikut ini adalah contoh dari merek berupa angka-angka
v Teh 999

Teh 999 merupakan produk asli Indonesia yang diproduksi oleh Perusahaan teh 999 yang beralamat di Pekalongan, Jawa Tengah. Produk ini memiliki tanda pembeda dengan merek berupa angka-angka, yaitu 999.
v Kartu Perdana “3”

3 (Tri) merupakan salah satu produk kartu perdana yang sudah beredar luas di Indonesia. Produk ini termasuk salah satu kartu perdana yang bisa digunakan khusus untuk internet, serta harganya yang cukup murah juga banyak diminati oleh beberapa remaja Indonesia (termasuk saya). Tanda pebeda pada produk ini yaitu angka 3, sehingga bisa dikatakan sebagai merek produk berupa angka-angka.
v Puyer “16”

Merupakan merek pada produk obat sakit kepala berupa serbuk sebagai pereda nyeri.  Indikasi produk ini ialah untuk mengobati sakit kepala, sakit gigi, sakit otot, rematik, dan keadaan nyeri lainnya. Produk ini diproduksi oleh perusahaan Bintang 7. Tanda pembeda dari produk ini yaitu berupa angka 16 pada kemasan produk. Sehingga dapat dikatan sebagai merek berupa angka-angka.

6.    Merek Berupa Susunan Warna
Pengertian merek berupa susunan warna yaitu tanda pembeda pada suatu produk yang berupa susunan warna-warna yang bisa membedakan dengan produk lainnya. Contoh dari merek berupa susunan warna yaitu:
§  Go-Jek

Merupakan salah satu merek jasa yang ada di Indonesia dengan menyediakan layanan online berupa ojek, antar pesanan baik berupa makanan, belanjaan ataupun yang lainnya. Go-Jek disini merupakan merek jasa yang berupa susunan warna. Warna tersebut ialah hijau, sebagai ciri khas dari produk jasa ini.
§  Telkomsel

Merek ini merupakan merek dari produk kartu perdana yaitu telkomsel. Ciri khas pada produk ini adalah warna merah pada seluruh kemasan produk serta warna pada kartu perdana tersebut. Dikatakan sebagai merek karena mempunyai tanda pembeda dengan produk lain yang berupa warna.
§  Extrajoss

Merupakan salah satu miniman energi berbentuk serbuk yang diproduksi oleh PT Bintang Toejoe sejak tahun 1994. Produk ini merupakan produk Indonesia dalam bidang minuman berenergi. Produk ini memiliki ciri khas yang bisa digunakan sebagai pembeda dengan produk minuman energi lainnya, yaitu dengan warna dasar kuning. Sehingga bisa dikatakan sebagai merek berupa susunan warna.

7.    Merek Berupa Kombinasi Yang Telah Disebutkan
Merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya dengan campuran atau kombinasi dari yang sudah disebutkan diatas. Berikut ini adalah contoh dari merek berupa kombinasi dari yang sudah disebutkan.
*   Honda

Merupakan merek dari produk kendaraan jenis montor, mobil, pick-up, dan alat transportasi pribadi lainnya. Pada produk ini terdapat merek yang berupa tulisan Honda dan juga lambang sayap, sehingga dapat dikatakan sebagai merek berupa kombinasi nama dan gambar.
*   KFC

Merupakan merek produk makanan yang berbentuk pesan antar. Merek ini sudah dikenal di berbagai negara, karena berbentuk perusahaan waralaba. Tanda yang ada pada produk ini yaitu berupa huruf KFC, warna merah dan putih, dan juga gambar orang tua. Sehingga dapat dikatakan sebagai merek berupa kombinasi huruf, warna, dan gambar.
*   YouC1000

Merupakan produk minuman isotonik dan keseehatan bervitamin C yang diproduksi oleh PT Djojonegoro yang didirikan pada tahun 2003. Produk ini memiliki pembeda yaitu berupa kata Lemon Water, huruf C, dan angka 1000. Sehingga dapat dikatakan sebagai merek berupa kombinasi kata, huruf, dan angka.

Selain uraian diatas, hak merek juga merupakan bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Di dalam merek tentunya terdapat Hak Atas Merek, yang artinya hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.[7] Jangka waktu untuk hak merek ialah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan hak merek tersebut, dan ketika telah habis jangka waktu tersebut bisa diperpanjang lagi dalam waktu 12 (dua belas) bulan sebelum habis jangka waktu. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 dan Pasal 35 ayat 2. Dalam hal pendaftaran,  merek dapat didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permohonan yang diajukan oleh pemohon dengan itikad baik. Tetapi, pada Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Hak Merek disebutkan bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Yang dimaksud dengan hal tersebut ialah apabila merek yang didaftarkan dapat dianggap bertentangan dengan hukum, seperti:
1.        Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum
2.        Tidak memiliki daya pembeda
3.        Telah menjadi milik umum
4.        Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
5.        Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis
6.        Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya
7.        Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
8.        Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak
9.        Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang
10.    Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Selain itu, sesuai dengan Pasal 40, Hak Atas Merek dapat dialihkan dengan cara diwariskan, dihibahkan, diwasiatkan, perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang. Ketika terjadi sengketa atas hak merek yang disebabkan karena adanya pelanggaran dari pihak lain (penjiplakan merek secara keseluruhan atau sebagian), maka pemilik merek bisa mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga berupa ganti rugi atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Apabila terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dapat  dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Tetapi, apabila dengan sengaja menggunakan merek yang sama pada pokoknya, dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Sedangkan jika memperdagangkan barangdan/atau jasa yang patut diketahui bahwa hasil pelanggaran yang sama dengan diatas, maka dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Analisis Barang/Jasa Yang Belum Terdaftar

Salah satu merek barang yang belum terdaftar di Direktorat Jenderal HAKI ialah IrfannaBAG. IfannaBAG merupakan merek tas dari home industry yang beralamat di Desa Purworejo RT.02/RW.07, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung. Terdapat macam-macam tas yang diproduksinya, yaitu mulai dari tas anak-anak cowok/cewek hingga tas untuk remaja maupun untuk kerja. Harga tas ini juga tergolong murah, hanya saja belum mendaftarkan mereknya di Direktorat Jenderal HAKI. Apabila merek tas tersebut di daftarkan akan ada satu pertanyaan, yaitu apakah bisa lolos atau tidak. Untuk mengetahui jawabannya, perlu dianalisis terlebih dahulu mengenai merek tersebut.
IrfannaBAG bisa diartikan sebagai tas Irfanna. Irfanna merupakan nama dari si pengrajin tas tersebut, dan kata BAG berarti tas. Maka merek tersebut dianggap bukan merek milik umum. Dari segi hukum, nama merek tersebut juga tidak bertentangan dengan undang-undang, nilai moral, nilai kesusilaan, norma agama, serta ketertiban umum, karena gambar dari merek tersebut berbentuk lingkaran berwarna kuning dengan garis tepi hitam dan didalamnya terdapat tulisan Irfanna Bag dan itu bukan merupakan gambar yang bertentangan dengan yang telah disebutkan. Dari kriteria atau ciri-ciri merek tersebut dianggap tidak melanggar unsur-unsur yang disebutkan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 yang sudah dituliskan diatas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa merek tas IrfannaBAG apabila didaftarkan di Direktorat Jenderal HAKI, merek tersebut bisa diterima. Karena dari merek tersebut sudah jelas tidak melanggar hukum maupun norma masyarakat, memiliki daya pembeda, nama yang digunakan bukan milik umum, bukan nama tokoh terkenal, serta bukan dan tidak menggunakan lambang negara.



DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, Zaeni. 2012. Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sembiring, Sentosa. 2004. Hukum Dagang. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
https://www.cleanandclear.co.id/produk, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 21.20 WIB.
www.indomie.com, diakses pada tanggal 21 Mei 2016 pkl. 15.08 WIB.
Wikipedia, Apple Inc., https://id.m.wikiedia.org/wiki/Apple-Inc-html, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 20.08 WIB.
Wikipedia, Close Up, http://id.wikipedia.org/wiki/Close-Up, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 21.16 WIB.
Wikipedia, Ferrari, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ferrari, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 20.02 WIB.





[1] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 219-220.
[2] Wikipedia, Ferrari, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ferrari, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 20.02 WIB.
[3] Wikipedia, Apple Inc., https://id.m.wikiedia.org/wiki/Apple-Inc-html, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 20.08 WIB.
[4] Wikipedia, Close Up, http://id.wikipedia.org/wiki/Close-Up, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 21.16 WIB.
[5] https://www.cleanandclear.co.id/produk, diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pkl. 21.20 WIB.
[6] www.indomie.com, diakses pada tanggal 21 Mei 2016 pkl. 15.08 WIB.
[7] Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 127.

Selasa, 17 Mei 2016

KREDIT MACET

ANALISIS KASUS KREDIT MACET

A.  Landasan Teori
Kredit berasal dari bahasa latin creditus atau credere, yang artinya kepercayaan. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.[1] Dalam perbankan syariah, kredit disebut dengan pembiayaan. Dimana dalam pembiayaan tersebut, bank syariah dan/atau UUS (Unit Usaha Syariah) harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi semua kewajiban pada waktunya, sebelum bank menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas.[2] Sama halnya dengan bank syariah, pada bank konvensional dalam memberikan kredit kepada calon nasabah juga didasari oleh kepercayaan. Selain itu, sebelum memberikan kredit kepada nasabah juga harus memperhatikan faktor kemauan dan kemampuan calon nasabah dengan hati-hati dan menjaga unsur keamanan sekaligus menjaga unsur keuntungan dari kredit.
Di dalam bank konvensional dan bank syariah, terdapat unsur-unsur kredit, yaitu: pada bank konvensional, unsur-unsur tersebut meliputi penyediaan uang, pinjam-meminjam, melunasi dengan jangka waktu tertentu, dan bunga. Sedangkan pada bank syariah, unsur-unsur dari kredit ialah mengembalikan dengan jumlah yang sama, tidak menyebutkan nama akad, menggunakan bagi hasil (imbalan), dan melunasi dengan jangka waktu tertentu berupa jumlah pokok kredit dan juga bagi hasil (imbalan). Selain unsur-unsur tersebut, dalam kegiatan perkreditan juga terdapat prinsip-prinsip yang digunakan dalam perbankan. Prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy.
1.    Character (watak), yaitu bank harus mengetahui bagaimana watak atau kepribadian calon nasabah dengan mensurvei tempat tinggalnya dan juga menanyakan beberapa hal kepada orang disekitar tempat tinggal nasabah sebelum memberikan kredit.
2.    Capacity (kemampuan managerial), yaitu bank mencari informasi mengenai pengelolaan keuangan dalam menjalankan usaha.
3.    Capital (modal), yaitu untuk mengetahui keseriusan calon nasabah dalam hal kredit.
4.    Collateral (jaminan/agunan), yaitu untuk memberikan hak prefensi (didahulukan pelunasan piutangnya). Prinsip ini juga bisa digunakan untuk menuntut, jika nasabah tidak bisa meneruskan kredit.
5.    Conditional of economy (kondisi ekonomi), yaitu untuk mengetahui bagaimana kondisi perekonomiannya, dan juga untuk mempertimbangkan apakah layak untuk diberikan kredit atau tidak.
Selain itu, juga terdapat presentase BMPK yaitu 10% dari modal bisa diberikan kepada:
1.    Pemegang saham yang bersangkutan
2.    Anggota Dewan Komisaris
3.    Anggota Direksi
4.    Keluarga pihak pemegang saham
5.    Pejabat bank lain
6.    Perusahaan-perusahaan lain yang didalamnya terdapat pemegang saham.
Selain penjelasan diatas, terdapat berbagai jenis kredit yang salah satunya yaitu kredit macet. Yang dimaksud dengan kredit macet yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan yang telah melampaui 270 hari. Kriteria kredit macet meliputi tunggakan angsuran pokok melampaui 270 hari, kerugian operasional dituntut dengan pinjaman baru, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Selain itu, menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002:462), kredit macet terjadi karena tiga faktor yaitu prospek usaha (management lemah), keuangan debitur (rasio hutang terhadap modal sangat tinggi), dan kemampuan membayar.[3]  

B.  Peraturan Mengenai BMPK
Sebelum mengetahui peraturan yang mengatur tentang BMPK, terlebih dahulu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan BMPK. BMPK kepanjangan dari Batas Maksimum Pemberian Kredit, yang artinya persentase maksimum penyediaan dana  yang diperkenankan terhadap modal bank.[4]
BMPK diatur dalam Peraturan BI No. 8/13/PBI/2006 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Dalam Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan managemen resiko dalam memberikan Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dan/atau Penyediaan Dana besar (large exposures). Pada Pasal 3, Bank dilarang membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK. Seluruh portofolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling tinggi 10% dari Modal Bank. Selain itu, Bank juga dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank.[5]
Didalam PBI tersebut juga terdapat sanksi apabila melanggar ketentuan-ketentuan BMPK. Adapun sanksi tersebut terdapat pada Pasal 44, berupa denda. Selain denda, bank juga bisa dikenakan sanksi administratif. Sanksi tersebut berupa teguran tertulis atau peringatan, dicantumkan dalam daftar pihak-pihak tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan, dan juga pembekuan kegiatan usaha tertentu.

C.  Contoh Kasus Kredit Macet
1.    Kasus Pertama
Pada tahun 2011, Direktur PT Siak Raya Timber (Kea Meng Kwang alias Edmond Kea) melakukan pinjaman kredit di Bank BNI 46 Pusat, Jakarta. Direktur PT SRT mengajukan kredit sebesar Rp 97 Milyar, karena pada saat itu perusahaan mengalami masalah pemasokan kayu sebagai bahan baku. Direktur perusahaan di bidang kayu tersebut menyertakan agunan pabrik PT SRT beserta barang-barangnya. Pinjaman tersebut dicairkan tahun 2011 sebanyak dua kali pencairan dengan nomor rekening yang berbeda. Uang pertama dicairkan sebanyak Rp 48 miliar. Beberapa waktu berikutnya, kembali dicairkan sebanyak Rp 49 miliar. Namun pada tahun 2012, Edmond Kea mulai macet dalam membayar kredit yang diajukannya itu. Menurut informasi yang dirangkum, Edmond Kea sudah melarikan diri ke Singapura dan menjadi warga negara (WN) Singapura.[6]
Ketika sudah terjadi kredit macet, Bank BNI tetap melakukan penagihan, dan meminta PT. SRT untuk menjual asetnya. Bank BNI juga telah melakukan beragam upaya dalam mengembalikan kredit PT SRT, baik dengan menjual jaminan produktif hingga jaminan tidak produktif.[7] Tetapi setelah macetnya kredit tersebut, barulah diketahui bahwa agunan tersebut hanya senilai Rp 5 miliar.
2.    Kasus Kedua
Pada tahun 2013 lalu, tepatnya pada hari senin 4 Febuari 2013 di Pekanbaru terdapat kasus kredit macet yang mencapai Rp 4,9 Milyar dengan agunan lahan fiktif di Bank BNI Capem Pekanbaru. Nasabah atas nama Rosinta Simarmata dan David Silalahi terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Bangkinang, karena megklaim lahan sawit milik orang lain. Kebun sawit inilah yang juga dijadikan sebagai agunan di Bank BNI Cabang Pekanbaru, dengan memalsukan surat sertifikat tanah dan mengajukan kredit senilai Rp 4,9 Milyar.
Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata terdapat kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan oleh oknum Bank BNI dalam memberikan kredit. Penyelidikan tersebut dilakukan oleh Polda Riau dan menetapkan tiga tersangka. Ketiga tersangka tersebut berinisial AY, CM, dan DS merupakan karyawan Bank BNI yang menyetujui kredit, padahal agunan berupa sertifikat palsu. Pihak Bank BNI dalam memberikan kredit di duga kuat bahwa mereka telah kongkalikong dengan Rosita.[8]

D.  Analisis Kasus Kredit Macet
Dari kedua kasus diatas, dapat dianalisis dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia tentang BMPK. Sesuai dengan PBI No.7/3/PBI/2005 Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan managemen resiko dalam memberikan Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dan/atau Penyediaan Dana besar (large exposures). Tetapi dalam kasus diatas, bank dalam memberikan kredit kurang atau bahkan tidak menggunakan prinsip tersebut. Selain itu, bank sebelum memberikan kredit, juga harus menerapkan prinsip 5C yang sudah dipaparkan diatas.
Pada kasus pertama, sebelum memberikan kredit, hendaknya bank harus mensurvei keadaan perusahaan tersebut dan juga mengetahui besar atau nominal barang yang dijadikan agunan ketika diuangkan. Selain itu, dalam memberikan kredit juga harus dengan persetujuan Dewan Komisaris Bank. Selain kelalaian pada pihak bank, nasabah juga telah melanggar ketentuan BMPK. Dalam melakukan kredit di bank, seharusnya nasabah juga harus mematuhi segala peraturan yang telah diberikan bank, terutama dalam hal pembayaran kredit. Dari keterangan kasus diatas, nasabah sudah bisa dianggap melanggar ketentuan-ketentuan BMPK. Karena sesuai dengan Pasal 27 ayat 3 dijelaskan bahwa Peminjam dianggap wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terjadi tunggakan pokok dan/atau bunga dan/atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh hari). Sedangkan pada kasus tersebut sudah terjadi tunggakan selama lebih dari 90 hari. Nasabah dan juga bank bisa dikenakan sanksi. Sanksi dalam BMPK ada 2, yaitu berupa denda dan sanksi administratif.
Sedangkan pada kasus kedua, bank dianggap telah bekerjasama dengan nasabah. Selain itu, pengawasan dalam kegiatan perkreditan di bank tersebut juga dianggap lemah. Pihak atau oknum bank juga bisa dikatakan melanggar ketentuan BMPK, yaitu pada Pasal 3. Bunyi pasal tersebut yaitu Bank dilarang membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK. Selain itu, bank juga telah dianggap kurang teliti dalam menerima jaminan yang diberikan oleh nasabah, sehingga terdapat pemalsuan sertifikat yang dijaminkan.
Pada intinya, bank sebelum memberikan kredit kepada nasabah, harus benar-benar menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan teorinya. Selain itu, juga harus mengetahui ketentuan-ketentuan BMPK. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari bertambahnya kasus kredit macet di Indonesia yang menimbulkan kerugian dengan jumlah yang besar.


  



DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, Kodifikasi BMPK dan Penyertaan Modal, Kodifikasi-BMPK dan Penyertaan Modal.pdf, diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 10.10 WIB.
Jumhana, Muhamad. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Adya Bakti.
Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
W Nur, Kredit Macet, eprints.uny.ac.id, diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 20.21 WIB.








[1] Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
[2] Muhamad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Adya Bakti, 2012), hlm. 333.
[3] W Nur, Kredit Macet, eprints.uny.ac.id, diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 20.21 WIB.
[4] Bank Indonesia, Kodifikasi BMPK dan Penyertaan Modal, Kodifikasi-BMPK dan Penyertaan Modal.pdf, diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 10.10 WIB.
[5] Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005.