ANALISIS KASUS KREDIT MACET
A. Landasan Teori
Kredit berasal dari bahasa latin creditus atau credere, yang
artinya kepercayaan. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian
hasil keuntungan.[1]
Dalam perbankan syariah, kredit disebut dengan pembiayaan. Dimana dalam
pembiayaan tersebut, bank syariah dan/atau UUS (Unit Usaha Syariah) harus
mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas
untuk melunasi semua kewajiban pada waktunya, sebelum bank menyalurkan dana
kepada nasabah penerima fasilitas.[2]
Sama halnya dengan bank syariah, pada bank konvensional dalam memberikan kredit
kepada calon nasabah juga didasari oleh kepercayaan. Selain itu, sebelum
memberikan kredit kepada nasabah juga harus memperhatikan faktor kemauan dan
kemampuan calon nasabah dengan hati-hati dan menjaga unsur keamanan sekaligus
menjaga unsur keuntungan dari kredit.
Di dalam bank konvensional dan bank syariah,
terdapat unsur-unsur kredit, yaitu: pada bank konvensional, unsur-unsur
tersebut meliputi penyediaan uang, pinjam-meminjam, melunasi dengan jangka
waktu tertentu, dan bunga. Sedangkan pada bank syariah, unsur-unsur dari
kredit ialah mengembalikan dengan jumlah yang sama, tidak menyebutkan nama
akad, menggunakan bagi hasil (imbalan), dan melunasi dengan jangka waktu
tertentu berupa jumlah pokok kredit dan juga bagi hasil (imbalan). Selain
unsur-unsur tersebut, dalam kegiatan perkreditan juga terdapat prinsip-prinsip
yang digunakan dalam perbankan. Prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan
5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition of
economy.
1. Character (watak), yaitu bank harus mengetahui bagaimana watak atau kepribadian
calon nasabah dengan mensurvei tempat tinggalnya dan juga menanyakan beberapa
hal kepada orang disekitar tempat tinggal nasabah sebelum memberikan kredit.
2. Capacity (kemampuan managerial), yaitu bank mencari informasi mengenai pengelolaan
keuangan dalam menjalankan usaha.
3. Capital (modal), yaitu untuk mengetahui keseriusan calon nasabah dalam hal kredit.
4. Collateral (jaminan/agunan), yaitu untuk memberikan hak prefensi (didahulukan
pelunasan piutangnya). Prinsip ini juga bisa digunakan untuk menuntut, jika
nasabah tidak bisa meneruskan kredit.
5. Conditional of economy (kondisi ekonomi), yaitu untuk mengetahui bagaimana
kondisi perekonomiannya, dan juga untuk mempertimbangkan apakah layak untuk
diberikan kredit atau tidak.
Selain itu, juga terdapat presentase BMPK yaitu 10% dari modal bisa diberikan kepada:
1. Pemegang saham yang bersangkutan
2. Anggota Dewan Komisaris
3. Anggota Direksi
4. Keluarga pihak pemegang saham
5. Pejabat bank lain
6. Perusahaan-perusahaan lain yang didalamnya terdapat pemegang saham.
Selain penjelasan diatas, terdapat berbagai jenis kredit yang salah satunya
yaitu kredit macet. Yang dimaksud dengan kredit macet yaitu kredit yang
pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan yang
telah melampaui 270 hari. Kriteria kredit macet meliputi tunggakan angsuran
pokok melampaui 270 hari, kerugian operasional dituntut dengan pinjaman baru,
jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Selain itu, menurut Mudrajad
Kuncoro dan Suhardjono (2002:462), kredit macet terjadi karena tiga faktor yaitu
prospek usaha (management lemah), keuangan debitur (rasio hutang terhadap modal
sangat tinggi), dan kemampuan membayar.[3]
B. Peraturan Mengenai BMPK
Sebelum mengetahui peraturan yang mengatur tentang BMPK, terlebih dahulu
harus mengetahui apa yang dimaksud dengan BMPK. BMPK kepanjangan dari Batas
Maksimum Pemberian Kredit, yang artinya persentase maksimum penyediaan
dana yang diperkenankan terhadap modal
bank.[4]
BMPK diatur dalam Peraturan BI No. 8/13/PBI/2006 Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia No.7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum. Dalam Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa bank wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian dan managemen resiko dalam memberikan Penyediaan Dana,
khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dan/atau Penyediaan Dana besar
(large exposures). Pada Pasal 3, Bank dilarang membuat suatu perikatan
atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan Bank untuk
memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK
dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK. Seluruh
portofolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling
tinggi 10% dari Modal Bank. Selain itu, Bank juga dilarang memberikan
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank.[5]
Didalam PBI tersebut juga terdapat sanksi apabila melanggar
ketentuan-ketentuan BMPK. Adapun sanksi tersebut terdapat pada Pasal 44,
berupa denda. Selain denda, bank juga bisa dikenakan sanksi administratif.
Sanksi tersebut berupa teguran tertulis atau peringatan, dicantumkan dalam
daftar pihak-pihak tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan, dan
juga pembekuan kegiatan usaha tertentu.
C. Contoh Kasus Kredit Macet
1. Kasus Pertama
Pada tahun 2011, Direktur PT Siak Raya Timber (Kea Meng Kwang alias Edmond Kea) melakukan pinjaman
kredit di Bank BNI 46 Pusat, Jakarta. Direktur PT SRT mengajukan kredit sebesar
Rp 97 Milyar, karena pada saat itu perusahaan mengalami masalah pemasokan kayu
sebagai bahan baku. Direktur perusahaan di bidang kayu tersebut menyertakan
agunan pabrik PT SRT beserta barang-barangnya. Pinjaman tersebut dicairkan tahun 2011
sebanyak dua kali pencairan dengan nomor rekening yang
berbeda. Uang pertama dicairkan sebanyak Rp
48 miliar. Beberapa waktu berikutnya, kembali dicairkan sebanyak Rp 49 miliar. Namun pada tahun 2012, Edmond Kea
mulai macet dalam membayar kredit yang diajukannya itu. Menurut informasi yang dirangkum,
Edmond Kea sudah melarikan diri ke Singapura dan menjadi warga negara (WN)
Singapura.[6]
Ketika sudah
terjadi kredit macet, Bank BNI tetap melakukan penagihan, dan meminta PT. SRT
untuk menjual asetnya. Bank BNI juga telah melakukan beragam upaya dalam
mengembalikan kredit PT SRT, baik dengan menjual jaminan produktif hingga
jaminan tidak produktif.[7]
Tetapi setelah macetnya kredit tersebut,
barulah diketahui bahwa agunan tersebut hanya senilai Rp 5 miliar.
2. Kasus Kedua
Pada tahun 2013 lalu, tepatnya pada hari senin 4 Febuari 2013 di Pekanbaru
terdapat kasus kredit macet yang mencapai Rp 4,9 Milyar dengan agunan lahan
fiktif di Bank BNI Capem Pekanbaru. Nasabah atas nama Rosinta Simarmata dan
David Silalahi terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Bangkinang, karena
megklaim lahan sawit milik orang lain. Kebun sawit inilah yang juga dijadikan
sebagai agunan di Bank BNI Cabang Pekanbaru, dengan memalsukan surat sertifikat
tanah dan mengajukan kredit senilai Rp 4,9 Milyar.
Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata terdapat kelalaian atau
kesengajaan yang dilakukan oleh oknum Bank BNI dalam memberikan kredit.
Penyelidikan tersebut dilakukan oleh Polda Riau dan menetapkan tiga tersangka.
Ketiga tersangka tersebut berinisial AY, CM, dan DS merupakan karyawan Bank BNI
yang menyetujui kredit, padahal agunan berupa sertifikat palsu. Pihak Bank BNI
dalam memberikan kredit di duga kuat bahwa mereka telah kongkalikong dengan
Rosita.[8]
D. Analisis Kasus Kredit Macet
Dari kedua kasus diatas, dapat dianalisis dengan mengacu pada Peraturan
Bank Indonesia tentang BMPK. Sesuai dengan PBI No.7/3/PBI/2005 Pasal 2 ayat 1
disebutkan bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan managemen
resiko dalam memberikan Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait dan/atau Penyediaan Dana besar (large exposures). Tetapi dalam kasus
diatas, bank dalam memberikan kredit kurang atau bahkan tidak menggunakan
prinsip tersebut. Selain itu, bank sebelum memberikan kredit, juga harus menerapkan
prinsip 5C yang sudah dipaparkan diatas.
Pada kasus pertama, sebelum memberikan kredit, hendaknya bank harus
mensurvei keadaan perusahaan tersebut dan juga mengetahui besar atau nominal
barang yang dijadikan agunan ketika diuangkan. Selain itu, dalam memberikan
kredit juga harus dengan persetujuan Dewan Komisaris Bank. Selain kelalaian
pada pihak bank, nasabah juga telah melanggar ketentuan BMPK. Dalam melakukan
kredit di bank, seharusnya nasabah juga harus mematuhi segala peraturan yang
telah diberikan bank, terutama dalam hal pembayaran kredit. Dari keterangan
kasus diatas, nasabah sudah bisa dianggap melanggar ketentuan-ketentuan BMPK.
Karena sesuai dengan Pasal 27 ayat 3 dijelaskan bahwa Peminjam dianggap
wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terjadi tunggakan pokok
dan/atau bunga dan/atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh hari).
Sedangkan pada kasus tersebut sudah terjadi tunggakan selama lebih dari 90
hari. Nasabah dan juga bank bisa dikenakan sanksi. Sanksi dalam BMPK ada 2,
yaitu berupa denda dan sanksi administratif.
Sedangkan pada kasus kedua, bank dianggap telah bekerjasama dengan nasabah.
Selain itu, pengawasan dalam kegiatan perkreditan di bank tersebut juga
dianggap lemah. Pihak atau oknum bank juga bisa dikatakan melanggar ketentuan
BMPK, yaitu pada Pasal 3. Bunyi pasal tersebut yaitu Bank dilarang membuat
suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan
Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya
Pelanggaran BMPK dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran
BMPK. Selain itu, bank juga telah dianggap kurang teliti dalam menerima jaminan
yang diberikan oleh nasabah, sehingga terdapat pemalsuan sertifikat yang
dijaminkan.
Pada intinya, bank sebelum memberikan kredit kepada nasabah, harus
benar-benar menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan teorinya. Selain itu,
juga harus mengetahui ketentuan-ketentuan BMPK. Hal tersebut bertujuan untuk
menghindari bertambahnya kasus kredit macet di Indonesia yang menimbulkan
kerugian dengan jumlah yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, Kodifikasi BMPK dan
Penyertaan Modal, Kodifikasi-BMPK dan Penyertaan Modal.pdf, diakses pada
tanggal 16 Mei 2016 pkl. 10.10 WIB.
Jumhana, Muhamad. 2012. Hukum Perbankan di
Indonesia. Bandung: PT Citra Adya Bakti.
Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
W Nur, Kredit Macet, eprints.uny.ac.id,
diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 20.21 WIB.
http://www.merdeka.com/peristiwa/kredit-macet-rp-97-m-direktur-pt-srt-kabur-jadi-wn-singapura.html, diakses pada tanggal 16 Mei
2015 pkl. 09.25 WIB.
http://www.pewarta-indonesia.net/berita/hukum/11062-kredit-macet-capai-rp49-m-di-bni-capem-pekanbaru.html, diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 09.30
WIB.
http://riauheadline.com/view/Hukrim/10065/Kasus-Kredit-Macet-Rp97-Miliar-di-BNI-Belum-Tersentuh-Hukum.html, diakses pada tanggal 16 Mei 2015 pkl. 09.20 WIB.
[4] Bank Indonesia, Kodifikasi BMPK dan
Penyertaan Modal, Kodifikasi-BMPK dan Penyertaan Modal.pdf, diakses pada
tanggal 16 Mei 2016 pkl. 10.10 WIB.
[6] http://www.merdeka.com/peristiwa/kredit-macet-rp-97-m-direktur-pt-srt-kabur-jadi-wn-singapura.html, diakses pada tanggal 16 Mei
2015 pkl. 09.25 WIB.
[7] http://riauheadline.com/view/Hukrim/10065/Kasus-Kredit-Macet-Rp97-Miliar-di-BNI-Belum-Tersentuh-Hukum.html, diakses pada tanggal 16 Mei 2015 pkl. 09.20 WIB.
[8]http://www.pewarta-indonesia.net/berita/hukum/11062-kredit-macet-capai-rp49-m-di-bni-capem-pekanbaru.html, diakses pada tanggal 16 Mei 2016 pkl. 09.30
WIB.
analisis yang bagus dan menambah pengetahuan, terutama mengenai kredit macet.
BalasHapusmaaf sebelumnya, disini saya sedikit ingin bertanya pada penulis terutama,
mengenai pelanggaran pada undang- undang BMPK yang dilanggar pada kedua kasus yang anda analisis tersebut,pelanggaran Batas maksimum pemeberian kredit yang mana yang anda maksud dilanggar oleh bank dalam pemberian kredit?? mungkin bisa lebih anda spesifikan lagi.!!!!
kemudian jika ada pelanggaran atau pelampauan BMPK kan selalu ada yang namanya action plan dalam penyelesaiannya,,, kira- kira action plan seperti apa yang bisa dilakukan pihak bank guna penyelesaian.????
sebelumnya terimaksih
Sebelumnya terimakasih sudah berkenan membaca artikel saya :)
BalasHapusDalam hal pelanggaran pada UU BMPK, bank telah melanggar prinsip kehati-hatian. Maksudnya Bank kurang hati-hati dalam hal penerimaan jaminan yang diberikan kepada nasabah, karena bank tidak menimbang jaminan tersebut dalam hal besar atau nominal jaminan jika diuangkan sesuai dengan jumlah kredit yang diajukan, serta keaslian barang yang dijaminkan tersebut.
untuk action plan yang dilakukan bank, bisa menyusun atau menyampaikan action plan dengan jangka waktu 1, 9, 12, 18 bulan.
ituDewa Poker Domino QQ | Ceme Judi Domino QQ | Agen Domino QQ | Domino QQ Online | Agen Poker | Judi Poker | Poker Online | Agen OMAHA | Agen Super Ten | BlackJack
BalasHapusPROMO SPESIAL GEBYAR BULANAN ITUDEWA. KUMPULKAN TURNOVER SEBANYAK-BANYAKNYA DAN DAPATKAN HADIAH YANG FANTASTIS DARI ITUDEWA.
MAINKAN DAN MENANGKAN HADIAH TOTAL RATUSAN JUTA, TANPA DI UNDI SETIAP BULANNYA!
? DAIHATSU ALYA 1.0 D MANUAL ( Senilai Rp.100.000.000,- )
? New Yamaha Vixion 150 ( Senilai Rp.25.340.000,- )
? Emas Antam 10 Gram ( Senilai Rp.10.160.000,- )
? Free Chips 1.500.000
? Free Chips 1.000.000
? Free Chips 250.000
SYARAT DAN KETENTUAN : KLIK DISINI
DAFTARKAN DIRI ANDA SEGERA : DAFTAR ITUDEWA
1 ID untuk 7 Game Permainan yang disediakan oleh Situs ituDewa
=> Bonus Cashback 0.3%
=> Bonus Refferal 20% (dibagikan setiap Minggunya seumur hidup)
=> Bonus UPLINE REFERRAL UP TO 100.000!
=> Bonus New Member 10%
=> Customer Service 24 Jam Nonstop
=> Support 7 Bank Lokal Indonesia (BCA, BNI, BRI, Mandiri, Danamon, Cimb Niaga, Permata Bank)
• Deposit Via Pulsa, OVO & GOPAY
• Pusat Bantuan ituDewa
Facebook : ituDewa Club
Line: ituDewa
WeChat : OfficialituDewa
Telp / WA : +85561809401
Livechat : ituDewa Livechat