A.
Filosofi Puasa
Sebelum kita
membahas mengenai sejarah puasa, ada baiknya jika terlebih dahulu mengetahui
pengertian dari puasa. Secara etimologi, puasa berasal dari kata صِٻاَمٌ atau صَوْمٌ
yang artinya menahan diri, baik dari makan, minum, perjalanan,
pembicaraan atau aktivitas apapun. Sedangkan secara terminologi agama, puasa
adalah menahan diri dari segala apa yang membatalkannya, seperti makan, minum,
berhubungan badan, mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari
karena Allah Ta’ala.[1]
Puasa sudah
dikenal sejak pra Islam, yang diawali dengan turunnya ayat dari QS. Maryam ayat
26 yang artinya “Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu, jika kamu
melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusiapun pada hari
ini.”
Proses
pelaksanaan puasa, nampak ketika ada larangan yang diberikan kepada Nabi Adam
dan Dewi Hawa ketika berada di surga tidak boleh makan buah khuldi, yang
berimbas keduanya diturunkan di bumi.[2]
Selain itu, puasa juga nampak dari Nabi Muhammad ketika tiba di Madinah
melakukan puasa Ashura’ dan tiga
hari setiap bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum diwajibkan puasa Ramadhan,
kaum Muslimin sudah melakukan ibadah puasa, yaitu puasa Ashura’ dan tiga
hari setiap bulan.
Kemudian pada
tanggal 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyyah, mulai diwajibkan puasa
bagi umat Islam. Dengan diwajibkannya puasa Ramadhan ini, dimaksudkan untuk
menunjukkan rasa syukur kepada Allah
(sebagaimana ibadah), untuk menjaga amanah, untuk membedakan manusia dengan
hewan, menjaga kesehatan, menumbuhkan rasa sosial, dan menjaga hawa nafsu.[3]
Sehingga dengan diwajibkannya ibadah puasa, bisa menjauhkan diri dari larangan
Allah SWT.
B.
Dasar Hukum Puasa
QS. Al-Baqarah Ayat 183
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
HR. Bukhari
No.7
بُنِيَ الْإِسْلَامُ
عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: “Islam
dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji
dan puasa Ramadlan.”
C.
Rukun dan Syarat Puasa
Adapun rukun
puasa adalah niat dan menahan diri dari makan, minum, sengaja muntah, dan
berhubungan badan.[4]
1.
Niat
Orang yang
menjalankan puasa haruslah melakukan niat didalam hati dimalam hari, karena setiap perbuatan
dikatakan sah apabila disertai dengan
niat, amal (perbuatan). Tanpa niat, maka sia-sialah perbuatan tersebut, begitu
pula untuk puasa juga diwajibkan untuk niat.
2.
Menahan diri dari makan, minum, sengaja muntah, dan hawa nafsu
Umat Islam yang
puasa, tidak boleh makan dan minum dengan sengaja pada waktu yang dilarang
ketika puasa, tetapi apabila tidak
sengaja maka wajib mengqadla’ di lain hari.
Sedangkan syarat sah puasa ialah:
1.
Islam
2.
Baligh
3.
Berakal
4.
Suci dari haid dan nifas (bagi wanita)
5.
Mampu
D.
Macam-Macam Puasa Sunnah
Terdapat 7
(tujuh) macam puasa sunnah yang perlu kita ketahui, yaitu puasa 6 hari di bulan
Syawwal, puasa senin-kamis, puasa Daud a.s., puasa tiga hari dalam satu bulan,
puasa Arafah, puasa Muharam, puasa Sya’ban.
Puasa Senin Kamis
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim no. 1162, bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ditanya
tentang puasa pada hari senin, dan beliau menjawab: “itu adalah hari yang
aku dilahirkan padanya,dan aku diutus,atau diturunkan kepadaku (wahyu).” Di
dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa ketika melaksanakan puasa senin dan
kamis, pintu-pintu surga dibuka dan diampuni dosa setiap orang yang tidak
menyekutukan Allah.
Hari
senin merupakan hari diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul untuk membawa rahmat
kepada alam semesta. Selain itu, hari senin juga merupakan hari
lahirnya Rasulullah dan hari wafatnya beliau. Senin juga memiliki keistimewaan
- keistimewaan, diantaranya:
1.
Rasulullah
pergi hijrah dari Makkah ke Madinah pada hari Senin
2.
Rasulullah
mengangkat hajar Aswad saat perbaikan Ka'bah pada hari Senin
3.
Rasulullah
sampai di kota Madinah pada hari Senin
4.
Perang Badar
terjadi pada hari Senin
5.
Ayat
terakhir kali turun, yang berisi kesempurnaan agama Islam diturunkan pada hari
senin.
Tidak hanya hari senin, hari kamis
juga terdapat keberkahan. Keberkahan hari kamis ini didukung oleh doa Nabi yang
menkhususkan hari Kamis sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, yang artinya: “Ya allah, berkahilah bagi umatku di pagi hari mereka
di hari Kamis.” Sehingga ketika kita berpuasa dihari senin dan kamis, akan
mendapat banyak keistimewaan dan keberkahan.
Puasa Daud
Berdasarkan
hadits yang datang dari Abdullah bin Amr bin ‘Al-Ash radhiallahu’anhu bahwa
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bersabda, yang artinya: “puasa yang
paling dicintai Allah Ta’ala adalah puasa Dawud, beliau berpuasa sehari dan
berbuka sehari. Dan
shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Dawud, beliau tidur
dipertengahan malam, lalu bangun (shalat) pada sepertiga malam, dan tidur pada
seperenamnya.” (HR.Bukhari :3238 dan Muslim:1159).
Dalam
mempraktekkan puasa Daud, seorang muslim harus memperhatikan hadits-hadits dan
hukum-hukum agama yang lainnya. Misalnya ketika memasuki Bulan Ramadhan, maka
dengan pasti dia tidak mungkin dapat melakukan puasa Dawud, karena dia harus
berpuasa Ramadhan yang hukumnya fardlu dan tidak boleh berniat dengan puasa
yang lainnya, baik yang sunnah maupun yang fardlu yang lainnya.
Karena
secara teori puasa jenis ini adalah puasa yang terbaik, maka tidak apa-apa
baginya jika tidak berpuasa pada hari-hari yang disunnahkan yang lainnya,
seperti puasa hari senin dan kamis, puasa hari Arafah, Hari ‘Asyura’ dan
lain-lain. Karena dia telah melakukan yang terbaik, maka puasa Dawud baginya
telah mencukupi semua puasa sunnah yang lainnya. Itu makna puasa Dawud sebagai
puasa yang terbaik.
E.
Makna Puasa
Makna dari berpuasa (khususnya puasa di bulan ramadhan) tidak hanya
untuk belajar mengendalikan diri, bertahan dari rasa lapar dan haus, serta hawa
nafsu selama berpuasa, tetapi masih banyak makna dari puasa[5],
antara lain:
1.
Proses untuk menyehatkan kondisi fisik
Kondisi fisik
seseorang yang sering berpuasa, akan memperbaiki pencernaan. Karena ketika
berpuasa, sistem pencernaan yang ada didalam tubuh akan beristirahat dan pola
makan yang sebelumnya tidak teratur dan terjaga, menjadi sangat baik. Ketika
tidak puasa, semua makanan akan dikonsumsi dan tentunya tidak semua makanan
baik untuk kesehatan tubuh. Sehingga akan memungkinkan terkena penyakit,
khususnya masalah pencernaan. Berbeda halnya ketika berpuasa akan lebih
meminimalkan berbagai makanan yang tidak baik bagi tubuh dan kondisi fisik jauh
lebih terjaga dari berbagai penyakit.
Para ahli juga
mengklasifikasikan puasa dari segi tujuan[6],
antara lain:
o Pensucian diri
dari segala bentuk kekejian dan pelanggaran.
o Solidaritas dan
kasih sayang terhadap sesama.
o Penghapusan
dosa.
o Proses atas
perlakuan tidak adil yang dirasakan.
o Pembinaan jiwa
dan jasmani untuk mengendalikan diri atas kehendak dan kesadarannya.
2.
Proses normalisasi tubuh dan kejiwaan
Tidak hanya
pada proses pencernaan makanan dan metabolisme tubuh saja. Tetapi juga pada
mental batiniah, karena pada saat berpuasa kita akan merasa dekat dengan Allah
dan merasakan ketenangan yang luar biasa. Sehingga terjaga dari perbuatan yang
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Selain itu,
dengan berpuasa juga melatih dan meningkatkan kesabaran, baik kesabaran ketika
menunggu saat berbuka maupun bersabar dalam menghadapi gangguan dan caci maki
yang mungkin ditujukan kepada kita. Dengan bersabar, tentunya akan mendapat
kenikmatan rohani, yaitu kenikmatan ketika berbuka dan kenikmatan karena dekat
dengan Sang Pencipta.
3.
Memberikan efek sosial yang positif
Puasa
mengajarkan seseorang untuk bersikap peduli dengan keadaan sekitarnya,
khususnya kepada orang-orang yang kekurangan dari segi ekonominya. Sehingga ia
juga bisa merasakan apa yang mereka rasakan ketika kesulitan mendapatkan
makanan untuk sehari-hari. Dengan berpuasa, kita juga berintropeksi betapa
masih banyaknya orang-orang disekitar kita yang masih kekukarangan dan lebih
susah daripada kita. Untuk itu, kita juga diajari untuk selalu bersyukur kepada
Allah atas apa yang kita miliki.
F.
Keistimewaan Ibadah Puasa
Dalam sebuah
hadits, dinyatakan ada lima keistimewaan yang diberikan Allah sebagai nikmat
khusus bagi umat Islam yang tidak diberikan kepada orang-orang yang berpuasa
dizaman sebelumnya.[7]
Keistimewaan yang dimaksudkan diatas ialah:
1.
Bau mulut orang yang berpuasa, yang disebakan karena rasa lapar
akibat tidak adaya makanan yang masuk kedalam perut lebih disenangi Allah, daripada harumnya minyak kasturi.
2.
Ikan-ikan beristighfar dan memintakan ampunan bagi orang
yang berpuasa hingga saatnya berbuka. Artinya, banyak makhluk lain yang
mendoakan orang-orang yang berpuasa, termasuk malaikat juga mendoakan.
3.
Surga dihiasi oleh orang-orang yang berpuasa.
4.
Syaitan akan dirantai, sehingga menimbulkan berkurangnya
kemaksiatan. Sebaliknya, rahmat dan semangat ibadah akan tumbuh subur
dimana-mana.
5.
Pada hari-hari terakhir dibulan ramadhan, Allah melimpahkan maghfirah
serta ampunan kepada semua orang yang berpuasa.
G.
Keutamaan dan Hikmah Puasa
Ketika kita
diperintahkan untuk berpuasa (khususnya bulan ramadhan), tentunya terdapat
keutamaan. Adapun keutamaan dari berpuasa ialah:
1.
Dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka.
2.
Pada bulan ramadhan, ibadah umrah yang dilakukan sama dengan pahala
haji.
3.
Pada hari kiamat, puasa memohonkan ampunan bagi orang yang
melakukannya.
4.
Pahala puasa tidak ternilai.
Selain
keutamaan, juga terdapat hikmah ketika kita berpuasa yaitu untuk mempersiapkan
kita memperoleh takwa. Mekanisme puasa tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan jasmani, tetapi juga terhadap rohani.
Dalam hal ini ada kaitannya dengan
hikmah yang terjadi dalam melaksanakan ibadah puasa, secara garis besar dibedakan menjadi dua macam[8],
yaitu:
1.
Hikmah terhadap kesehatan jasmani
o Mengistirahatkan
organ-organ pencernaan
o Membersihkan
tubuh dari racun dan kotoran
o Mempercepat
regenerasi kulit
o Meningkatkan
sistem kekebalan tubuh
o Menciptakan
keseimbangan elektrolit di dalam lambung
o Memperbaiki
fungsi hormon
o Meningkatkan
fungsi organ reproduksi
o Meremajakan
atau mempercepat pegenasi sel-sel tubuh
o Meningkatkan
fungsi fisiologis organ tubuh
o Meningkatkan
fungsi syaraf
2.
Hikmah terhadap kesehatan rohani
o Menghilangkan
sifat hewaniyah
o Menciptakan dan
meningkatkan daya nalar
o Nalar pikiran
ke Alam Illahi
o Egois menjadi
Ikhlas.
[1] Ahmad Syarifuddin, Puasa Menuju Sehat Fisik dan psikis, (Jakarta:
Gema Insani, 2003), hlm. 43.
[2] Ibid, hlm. 44.
[3] Asmawi, Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009),
hlm. 88.
[4] T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Puasa, cet. 4, (Semarang:
Pustaka Rizki Pustaka, 2000), hlm. 83.
[5] Yunus Harris Syam, Misteri Puasa Ramadhan, (Yogyakarta:
elMATERA Publishing, 2007), hlm. 114.
[6] Ismail Muhammad Syah, dkk., Filsafat Hukum Islam, (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 1999), hlm. 201.
[7] Yunus Harris Syam, Misteri Puasa Ramadhan, (Yogyakarta:
elMATERA Publishing, 2007) hlm. 17-20.
[8] Jtptiain-gdl-s1-2004-sabiqkhoer-627-BAB2-310-5.pdf, diakses pada
tanggal 22 April 2016 pkl. 19.09 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar