Minggu, 19 Juni 2016

PUASA



A.  Filosofi Puasa
Sebelum kita membahas mengenai sejarah puasa, ada baiknya jika terlebih dahulu mengetahui pengertian dari puasa. Secara etimologi, puasa berasal dari kata صِٻاَمٌ atau صَوْمٌ yang artinya menahan diri, baik dari makan, minum, perjalanan, pembicaraan atau aktivitas apapun. Sedangkan secara terminologi agama, puasa adalah menahan diri dari segala apa yang membatalkannya, seperti makan, minum, berhubungan badan, mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari karena Allah Ta’ala.[1]
Puasa sudah dikenal sejak pra Islam, yang diawali dengan turunnya ayat dari QS. Maryam ayat 26 yang artinya “Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu, jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah  bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusiapun pada hari ini.
Proses pelaksanaan puasa, nampak ketika ada larangan yang diberikan kepada Nabi Adam dan Dewi Hawa ketika berada di surga tidak boleh makan buah khuldi, yang berimbas keduanya diturunkan di bumi.[2] Selain itu, puasa juga nampak dari Nabi Muhammad ketika tiba di Madinah melakukan puasa Ashura’  dan tiga hari setiap bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, kaum Muslimin sudah melakukan ibadah puasa, yaitu puasa Ashura’ dan tiga hari setiap bulan.
Kemudian pada tanggal 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyyah, mulai diwajibkan puasa bagi umat Islam. Dengan diwajibkannya puasa Ramadhan ini, dimaksudkan untuk menunjukkan rasa syukur  kepada Allah (sebagaimana ibadah), untuk menjaga amanah, untuk membedakan manusia dengan hewan, menjaga kesehatan, menumbuhkan rasa sosial, dan menjaga hawa nafsu.[3] Sehingga dengan diwajibkannya ibadah puasa, bisa menjauhkan diri dari larangan Allah SWT.

B.  Dasar Hukum Puasa
QS. Al-Baqarah Ayat 183
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

HR. Bukhari No.7
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: “Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadlan.

C.  Rukun dan Syarat Puasa
Adapun rukun puasa adalah niat dan menahan diri dari makan, minum, sengaja muntah, dan berhubungan badan.[4]
1.    Niat
Orang yang menjalankan puasa haruslah melakukan niat didalam hati    dimalam hari, karena setiap perbuatan dikatakan sah apabila disertai  dengan niat, amal (perbuatan). Tanpa niat, maka sia-sialah perbuatan tersebut, begitu pula untuk puasa juga diwajibkan untuk niat.
2.    Menahan diri dari makan, minum, sengaja muntah, dan hawa nafsu
Umat Islam yang puasa, tidak boleh makan dan minum dengan sengaja pada waktu yang dilarang ketika  puasa, tetapi apabila tidak sengaja maka wajib mengqadla’ di lain hari.
 Sedangkan syarat sah puasa ialah:
1.    Islam
2.    Baligh
3.    Berakal
4.    Suci dari haid dan nifas (bagi wanita)
5.    Mampu

D.  Macam-Macam Puasa Sunnah
Terdapat 7 (tujuh) macam puasa sunnah yang perlu kita ketahui, yaitu puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa senin-kamis, puasa Daud a.s., puasa tiga hari dalam satu bulan, puasa Arafah, puasa Muharam, puasa Sya’ban.

Puasa Senin Kamis
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim no. 1162, bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari senin, dan beliau menjawab: “itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya,dan aku diutus,atau diturunkan kepadaku (wahyu).” Di dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa ketika melaksanakan puasa senin dan kamis, pintu-pintu surga dibuka dan diampuni dosa setiap orang yang tidak menyekutukan Allah.
Hari senin merupakan hari diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul untuk membawa rahmat kepada alam semesta. Selain itu, hari senin juga merupakan hari lahirnya Rasulullah dan hari wafatnya beliau. Senin juga memiliki keistimewaan - keistimewaan, diantaranya:
1.    Rasulullah pergi hijrah dari Makkah ke Madinah pada hari Senin
2.    Rasulullah mengangkat hajar Aswad saat perbaikan Ka'bah pada hari Senin
3.    Rasulullah sampai di kota Madinah pada hari Senin
4.    Perang Badar terjadi pada hari Senin
5.    Ayat terakhir kali turun, yang berisi kesempurnaan agama Islam diturunkan pada hari senin.
Tidak hanya hari senin, hari kamis juga terdapat keberkahan. Keberkahan hari kamis ini didukung oleh doa Nabi yang menkhususkan hari Kamis sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yang artinya: “Ya allah, berkahilah bagi umatku di pagi hari mereka di hari Kamis.” Sehingga ketika kita berpuasa dihari senin dan kamis, akan mendapat banyak keistimewaan dan keberkahan.
Puasa Daud
Berdasarkan hadits yang datang dari Abdullah bin Amr bin ‘Al-Ash radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bersabda, yang artinya: “puasa yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah puasa Dawud, beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Dawud, beliau tidur dipertengahan malam, lalu bangun (shalat) pada sepertiga malam, dan tidur pada seperenamnya.” (HR.Bukhari :3238 dan Muslim:1159).
Dalam mempraktekkan puasa Daud, seorang muslim harus memperhatikan hadits-hadits dan hukum-hukum agama yang lainnya. Misalnya ketika memasuki Bulan Ramadhan, maka dengan pasti dia tidak mungkin dapat melakukan puasa Dawud, karena dia harus berpuasa Ramadhan yang hukumnya fardlu dan tidak boleh berniat dengan puasa yang lainnya, baik yang sunnah maupun yang fardlu yang lainnya.
Karena secara teori puasa jenis ini adalah puasa yang terbaik, maka tidak apa-apa baginya jika tidak berpuasa pada hari-hari yang disunnahkan yang lainnya, seperti puasa hari senin dan kamis, puasa hari Arafah, Hari ‘Asyura’ dan lain-lain. Karena dia telah melakukan yang terbaik, maka puasa Dawud baginya telah mencukupi semua puasa sunnah yang lainnya. Itu makna puasa Dawud sebagai puasa yang terbaik.


E.  Makna Puasa
Makna dari berpuasa (khususnya puasa di bulan ramadhan) tidak hanya untuk belajar mengendalikan diri, bertahan dari rasa lapar dan haus, serta hawa nafsu selama berpuasa, tetapi masih banyak makna dari puasa[5], antara lain:
1.    Proses untuk menyehatkan kondisi fisik
Kondisi fisik seseorang yang sering berpuasa, akan memperbaiki pencernaan. Karena ketika berpuasa, sistem pencernaan yang ada didalam tubuh akan beristirahat dan pola makan yang sebelumnya tidak teratur dan terjaga, menjadi sangat baik. Ketika tidak puasa, semua makanan akan dikonsumsi dan tentunya tidak semua makanan baik untuk kesehatan tubuh. Sehingga akan memungkinkan terkena penyakit, khususnya masalah pencernaan. Berbeda halnya ketika berpuasa akan lebih meminimalkan berbagai makanan yang tidak baik bagi tubuh dan kondisi fisik jauh lebih terjaga dari berbagai penyakit.
Para ahli juga mengklasifikasikan puasa dari segi tujuan[6], antara lain:
o  Pensucian diri dari segala bentuk kekejian dan pelanggaran.
o  Solidaritas dan kasih sayang terhadap sesama.
o  Penghapusan dosa.
o  Proses atas perlakuan tidak adil yang dirasakan.
o  Pembinaan jiwa dan jasmani untuk mengendalikan diri atas kehendak dan kesadarannya.

2.    Proses normalisasi tubuh dan kejiwaan
Tidak hanya pada proses pencernaan makanan dan metabolisme tubuh saja. Tetapi juga pada mental batiniah, karena pada saat berpuasa kita akan merasa dekat dengan Allah dan merasakan ketenangan yang luar biasa. Sehingga terjaga dari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Selain itu, dengan berpuasa juga melatih dan meningkatkan kesabaran, baik kesabaran ketika menunggu saat berbuka maupun bersabar dalam menghadapi gangguan dan caci maki yang mungkin ditujukan kepada kita. Dengan bersabar, tentunya akan mendapat kenikmatan rohani, yaitu kenikmatan ketika berbuka dan kenikmatan karena dekat dengan Sang Pencipta.
3.    Memberikan efek sosial yang positif
Puasa mengajarkan seseorang untuk bersikap peduli dengan keadaan sekitarnya, khususnya kepada orang-orang yang kekurangan dari segi ekonominya. Sehingga ia juga bisa merasakan apa yang mereka rasakan ketika kesulitan mendapatkan makanan untuk sehari-hari. Dengan berpuasa, kita juga berintropeksi betapa masih banyaknya orang-orang disekitar kita yang masih kekukarangan dan lebih susah daripada kita. Untuk itu, kita juga diajari untuk selalu bersyukur kepada Allah atas apa yang kita miliki.

F.   Keistimewaan Ibadah Puasa
Dalam sebuah hadits, dinyatakan ada lima keistimewaan yang diberikan Allah sebagai nikmat khusus bagi umat Islam yang tidak diberikan kepada orang-orang yang berpuasa dizaman sebelumnya.[7] Keistimewaan yang dimaksudkan diatas ialah:
1.    Bau mulut orang yang berpuasa, yang disebakan karena rasa lapar akibat tidak adaya makanan yang masuk kedalam perut lebih disenangi Allah,  daripada harumnya minyak kasturi.
2.    Ikan-ikan beristighfar dan memintakan ampunan bagi orang yang berpuasa hingga saatnya berbuka. Artinya, banyak makhluk lain yang mendoakan orang-orang yang berpuasa, termasuk malaikat juga mendoakan.
3.    Surga dihiasi oleh orang-orang yang berpuasa.
4.    Syaitan akan dirantai, sehingga menimbulkan berkurangnya kemaksiatan. Sebaliknya, rahmat dan semangat ibadah akan tumbuh subur dimana-mana.
5.    Pada hari-hari terakhir dibulan ramadhan, Allah melimpahkan maghfirah serta ampunan kepada semua orang yang berpuasa.


G. Keutamaan dan Hikmah Puasa
Ketika kita diperintahkan untuk berpuasa (khususnya bulan ramadhan), tentunya terdapat keutamaan. Adapun keutamaan dari berpuasa ialah:
1.    Dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka.
2.    Pada bulan ramadhan, ibadah umrah yang dilakukan sama dengan pahala haji.
3.    Pada hari kiamat, puasa memohonkan ampunan bagi orang yang melakukannya.
4.    Pahala puasa tidak ternilai.
Selain keutamaan, juga terdapat hikmah ketika kita berpuasa yaitu untuk mempersiapkan kita memperoleh takwa. Mekanisme puasa tidak hanya berpengaruh terhadap  kesehatan jasmani, tetapi juga terhadap rohani. Dalam hal ini ada kaitannya  dengan hikmah yang terjadi dalam melaksanakan ibadah puasa, secara garis  besar dibedakan menjadi dua macam[8], yaitu:
1.    Hikmah terhadap kesehatan jasmani
o  Mengistirahatkan organ-organ pencernaan
o  Membersihkan tubuh dari racun dan kotoran
o  Mempercepat regenerasi kulit
o  Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
o  Menciptakan keseimbangan elektrolit di dalam lambung
o  Memperbaiki fungsi hormon
o  Meningkatkan fungsi organ reproduksi
o  Meremajakan atau mempercepat pegenasi sel-sel tubuh
o  Meningkatkan fungsi fisiologis organ tubuh
o  Meningkatkan fungsi syaraf
2.    Hikmah terhadap kesehatan rohani
o  Menghilangkan sifat hewaniyah
o  Menciptakan dan meningkatkan daya nalar
o  Nalar pikiran ke Alam Illahi
o  Egois menjadi Ikhlas.



[1] Ahmad Syarifuddin, Puasa Menuju Sehat Fisik dan psikis, (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 43.
[2] Ibid, hlm. 44.
[3] Asmawi, Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 88.
[4] T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Puasa, cet. 4, (Semarang: Pustaka Rizki Pustaka, 2000), hlm. 83.
[5] Yunus Harris Syam, Misteri Puasa Ramadhan, (Yogyakarta: elMATERA Publishing, 2007), hlm. 114.
[6] Ismail Muhammad Syah, dkk., Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999), hlm. 201.
[7] Yunus Harris Syam, Misteri Puasa Ramadhan, (Yogyakarta: elMATERA Publishing, 2007) hlm. 17-20.
[8] Jtptiain-gdl-s1-2004-sabiqkhoer-627-BAB2­-310-5.pdf, diakses pada tanggal 22 April 2016 pkl. 19.09 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar